Beranda | Artikel
Khiyâr al-Majlis dan Khiyâr asy-Syarat
Rabu, 20 Februari 2013

AL-KHIYAR, HAK PILIH DALAM TRANSAKSI

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc

Tidak disangsikan lagi, ajaran Islam yang adil selalu memperhatikan hubungan antar manusia, khususnya bila menyangkut permasalahan harta dan proses perpindahannya. Terkadang muncul rasa sesal karena tergesa-gesa dalam melakukan transaksi atau membatalkannya. Untuk mengatasi timbulnya penyesalan atau yang semisalnya ini, syariat Islam memberikan hak pilih antara menggagalkan atau melangsungkan transaksi. Hak pilih ini dikenal dengan al-khiyâr.

Definisi al-Khiyâr (Hak Pilih)
Secara Etimologi, al-khiyâr bermakna memilih, menyisihkan dan mengayak. Secara umum,  al-khiyâr bermakna menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi.

Karena jenis dan ragam al-Khiyâr begitu banyak, para ulama fikih memiliki definisi yang beragam tentang al-Khiyâr ini. Namun, definisi yang dipandang mewakili seluruhnya adalah hak yang dimiliki oleh orang yang bertransaksi untuk memilih antara dua hal yang disukainya, antara meneruskan transaksi atau membatalkannya, karena ada alasan syar’i atau konsekuensi kesepakatan transaksi.[1]

Hikmah Pensyariatan.[2]
Ada beberapa hikmah yang disampaikan ulama fikih dalam pensyariatan al-khiyâr, di antaranya :

  1. Membuktikan dan mempertegas kerelaan dari kedua belah pihak. Oleh sebab itu, syariat hanya menetapkan al-khiyâr dalam kondisi tertentu saja, atau ketika salah satu pihak yang bertransaksi menegaskannya sebagai persyaratan.
  2. Memperkecil kelemahan transaksi awal, karena informasi yang tidak lengkap atau ada keraguan atau sejenisnya yang dikhawatirkan bisa menyebabkan kerugian bagi para transaktor (pelaku transaksi).
  3. Memberikan kesempatan kepada pelaku transaksi untuk meninjau ulang transaksinya agar bisa mendapatkan kebaikan dan bisa mencapai tujuannya dalam jual beli.
  4. Memberikan kesempatan untuk bermusyawarah dan berfikir ulang dengan memberikan kesempatan untuk berkonsultasi dengan para ahli yang ia percayai tentang kesesuaian harga dan barang. Sehingga ia tidak merasa dibohongi atau dirugikan.
  5. Memberikan kemudahan kepada pemilik harta dan menutup kesempatan orang yang rakus, sehingga tidak bisa berbuat sesuka hatinya. Yaitu dengan memberi kesempatan untuk melihat dan memeriksa barang, serta menimbang-nimbang kesesuaian harga dengan barangnya, agar para pelaku transaksi benar-benar tahu dengan jelas, sehingga tidak menyesal setelah melakukan transaksi tersebut.
  6. Memberikan kesempatan kepada pelaku transaksi untuk membatalkan transaksi apabila terjadi kesalahan atau karena pihak penjual tidak bersedia memperbaiki cacat pada barangnya.

Demikian beberapa hikmah dari al-khiyâr yang disampaikan para ulama, dengan tetap meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla pasti memiliki hikmah yang agung dalam setiap syari’atNya. Diantara hikmah-hikmah ini ada yang diketahui manusia dan sebagiannya lagi tidak diketahui dan menjadi rahasia Allah Azza wa Jalla . Seyogyanya, ini semakin menjadikan para hamba-Nya tunduk kepada-Nya.

Macam-macam al-Khiyâr (Hak Pilih)
Setelah melakukan penelitian, para ulama membagi al-khiyâr menjadi tujuh jenis[3], yaitu:

  1. Khiyâr al-majlis
  2. Khiyâr asysyarat
  3. Khiyâr al-‘aib
  4. Khiyâr at-tadlîs
  5. Khiyâr al-ghabn
  6. Khiyâr fî al-bai’ bi takhyîrits tsaman
  7. Khiyâr li lkhtilâfil mutabâyi’ain

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Hak Pilih di Lokasi Transaksi (Khiyâr al-Majlis)
Khiyâr al-majlis berasal dari bahasa Arab, terdiri dari kata al-khiyâr dan al-majlis. Kata al-majlis secara etimologi bahasa Arab bermakna tempat duduk [4]. Yang dimaksud di sini adalah tempat transaksi berlangsung, walaupun transaksinya tidak terjadi pada posisi di atas tempat duduk. Pengertian majlis di sini tidak sekedar menyangkut lokasi atau waktu, akan tetapi juga menyangkut keadaan pelaku transaksi. Selama pembicaraan tentang transaksi jual beli tersebut bersambung, maka di situ juga masih dikatakan berada di majlis. Dengan demikian pengertian majlis disini mencakup tiga hal; tempat, waktu dan tema pembicaraan.[5]

Sedangkan para ulama fikih mendefinisikan khiyâr al-majlis sebagai semacam hak pilih bagi kedua belah pihak yang bertransaksi untuk membatalkan transaksi atau melanjutkannya sejak terjadi akad sampai berpisah atau terjadi penawaran pilihan (at-Takhâyur).[6]

Dengan demikian khiyâr al-majlis adalah hak yang diberikan syariat kepada pelaku transaksi untuk menggagalkan akad transaksi atau melanjutkannya selama masih berada di majlis (lokasi).

Dengan dasar ini, transaksi tidak dianggap sempurna sampai pelaku berpisah atau beranjak dari lokasi transaksi. Khiyâr al-majlis ini juga dinamakan sebagian ulama dengan khiyâr al-mutabâyi’ain .

Dasar Pensayriatannya.
Al-Khiyâr jenis ini disyariatkan dengan dasar sabda Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ حَتَّى يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Jual beli itu dengan al-khiyâr (hak pilih) selama belum berpisah atau hingga keduanya berpisah. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan (aib barang dagangannya-red) maka jual beli mereka mendapatkan barakah dan bila keduanya menyembunyikan aib dan berdusta maka barakah jual beli mereka dihapus. [7]

Juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيعًا أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ يَتَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ

Apabila dua orang melakukan transaksi jual beli, maka setiap orang memiliki hak pilih (al-khiyâr) selama belum berpisah atau salah seorang telah memberikan hak pilih kepada yang lainnya lalu jika keduanya bertransaksi jual beli dengan kesepakatan ini, maka transaksi jual beli ini sudah sempurna. Apabila berpisah setelah transaksi  dan salah seorang darinya tidak menggagalkan jual beli maka akad  jual beli ini juga sudah sempurna.[8]

Dalam hadits yang mulia ini Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan dengan gamblang hak pilih antara melanjutkan atau menggagalkan transaksi selama belum berpisah.

Ketentuan Khiyâr al-Majlis.
Khiyâr al-majlis diberlakukan pada ketentuan sebagai berikut:

  1. Khiyâr al-majlis berlaku pada transaksi yang bertujuan mencari keuntungan (akad al-mu’âwadhah) seperti jual beli, perdamaian dalam jual beli dan ijârah (sewa menyewa) dan yang sejenisnya.
  2. Waktu berlakunya dimulai setelah ada ijab dan qabûl dan berakhir dengan perpisahan.
  3. Waktu maksimalnya tidak dapat diatasi oleh satu waktu tertentu, sebab ini berpijak pada kehendak para pelaku. Waktunya bisa jadi lama, jika pelaku ingin memberikan kesempatan yang panjang. Bila ingin mempercepat, maka salah seorang pelaku bisa memberikan pilihan kepada yang lainnya untuk segera menentukan atau keduanya segera berpisah dari majlis tersebut.

Batas Akhir Khiyâr al-Majlis.
Khiyâr al-majlis berakhir dengan salah satu dari tiga hal:

  1. Berpisah badan atau ada tanda yang menunjukkan perpisahan dari majlis transaksi. Ini telah disepakati oleh para ulama fikih yang mengakui khiyâr al-majlis. Karena jika telah berpisah berarti keduanya telah menuntaskan transaksi sesuai kesepakatan, jadi atau tidak.
  2. Saling menawarkan pilihan dalam majlis transaksi. Misalnya, salah seorang mengatakan kepada yang lainnya, “Apakah Anda memilih menggagalkan transaksi atau melanjutkannya ?” Apabila memilih melanjutkan, berarti teransaksi itu terjadi dan selesai, namun bila memilih gagal, maka transaksi itu gagal dan masa Khiyâr al-majlis telah berakhir.
  3. Salah seorang dari pelaku transaksi membatalkan atau membiarkan transaksi tersebut hingga berpisah.

Ketiga hal ini dijelaskan dalam hadits yang berbunyi:

إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيعًا أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ يَتَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ

Apabila dua orang melakukan transaksi jual beli, maka setiap orang memiliki hak pilih (al-khiyâr) selama belum berpisah atau salah seorang telah memberikan hak pilih kepada yang lainnya lalu jika keduanya bertransaksi jual beli dengan kesepakatan ini, maka transaksi jual beli ini sudah sempurna. Apabila berpisah setelah transaksi  dan salah seorang darinya tidak menggagalkan jual beli maka akad  jual beli ini juga sudah sempurna. [9]

Hak Pilih dalam Persyaratan (Khiyâr Asy-Syarth)
Khiyâr asy-syarth adalah hak pilih karena persyaratan yang diminta oleh salah satu dari dua pihak yang bertransaksi, atau diminta masing-masing pihak untuk dirinya sendiri atau untuk pihak lain agar diberikan hak memilih antara melanjutkan atau menggagalkan transaksi dalam jangka waktu tertentu.

Sebagai contoh, seorang penjual berkata kepada pembeli, “Saya akan menjual mobil saya dengan US$ 100.000;”. Lalu pembeli menjawab, “Saya setuju dengan syarat diberi hak pilih selama dua hari”. Syarat yang diajukan pembeli di sini untuk minta kesempatan berfikir dan memilih-milih selama waktu tertentu itu. Ini dinamakan Khiyâr  asy-syarth.[10]

Dasar Pensyariatannya
Dasar syari’at hak pilih jenis ini adalah hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhu yang berbunyi:

أَنَّ رَجُلاً ذَكَرَ لِلنَّبِيِّ   صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يُخْدَعُ فِي الْبُيُوْعِ فَقَالَ إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لاَخِلاَبَةَ

Seorang menyampaikan kepada Nabi n bahwa ia tertipu dalam jual beli. Maka beliau menjawab, “Kalau engkau membeli sesuatu, katakanlah: “Tidak ada hak merampas.”[11]

Demikian juga keumuman firman Allah Azza wa Jalla  :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. [al-Mâidah/5:1]

dan Sabda Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

الْمُسْلِمُوْنَ عِنْدَ شُرُوْطِهِمْ

Kaum Muslimin ada pada syarat-syarat mereka.[12]

Dari sisi lain, terkadang hak pilih semacam ini memang amat dibutuhkan, terutama ketika belum memiliki pengalaman niaga yang cukup dan perlu bermusyawarah dengan orang lain, atau karena alasan lainnya.

Ketentuan Khiyâr al-Majlis.
Di antara ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan khiyâr  ini adalah:

  1. Para Ulama berbeda pendapat tentang masa tenggang untuk memutuskan pilihan tersebut. Di antara ulama ada yang membatasi tiga hari saja, sementara ada juga yang menyatakan boleh lebih dari itu, tergantung kebutuhan. Yang râjih dalam masalah masa tenggang ini diserahkan kepada kedua pihak yang bertransaksi tanpa ada batasan waktu tertentu. Namun, tentunya jangan sampai terlalu lama melebihi kebiasaan yang telah berlaku.
  2. Sah melakukan persyaratan minta tenggang waktu tertentu walaupun lama.
  3. Waktu berlakunya khiyar asy-syarth dimulai sejak transaksi hingga selesai masa tenggang yang disepakati. Apabila telah berlalu masa tenggang tersebut dan belum ada penggagalan transaksi maka transaksi dianggap sempurna dan telah terjadi. Apabila di masa tenggang tersebut salah satu pihak menggagalkan transaksi, maka itu boleh, karena itu adalah hak kedua belah pihak.
  4. Harus ada pembatasan khiyâr dalam waktu tertentu yang baku dan dapat dipastikan.
  5. Tidak diperbolehkan memberikan persyaratan masa tenggang melebihi masa kadaluarsa barang, karena akan merugikan salah satu pihak. Misalnya meminta tenggang waktu pembelian buah-buahan yang hanya bertahan sepekan dengan persyaratan minta tenggang waktu 10 hari
  6. Hak pilih persyaratan masuk dalam berbagai transaksi permanen yang bisa dibatalkan.

Masa Khiyâr asy-Syarth Berakhir.
Masa khiyâr  asy-syarth berakhir dengan beberapa sebab di antaranya:

  1. Keputusan melanjutkan transaksi atau membatalkannya.
  2. Masa tenggang telah habis tanpa ada keputusan untuk membatalkan transaksi
  3. Barang yang ditrasnsaksikan hilang atau rusak.

Demikian sebagian dari jenis al-khiyâr , sedangkan jenis lainnya akan dibahas dalam edisi berikutnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIII/1431/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Al-Fiqhul-Muyassar, Prof. DR. `Abdullâh ath-Thayâr hlm. 63
[2] Lihat Al-Fiqhul-Muyassar hlm. 93-94 dan Buku Pegangan Materi (Master Text Book GFIQ 5173) Fikih Mu’amalat, Madinah Internasional University (MEDIU), Fakultas Syari’at. Hlm. 28-29
[3] Asy-Syarhul-Mumti’ , Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn 7/261
[4] Syarhul-Mumti’, Syaikh Muhammad bin Shâlih al’Utsaimîn t 8/262
[5] Master Texs book GFIQ 5173, MEDIU hlm 28
[6] Al-Fiqhul-Muyassar hlm. 65
[7] HR al-Bukhâri no. 1737
[8] HR al-Bukhâri no. 1970
[9] HR al-Bukhâri no. 1970
[10] Master text book hlm 52
[11] HR al-Bukhâri no 2117 dan Muslim no 1533.
[12] HR Abu Dâwud no. 3594


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3526-khiyar-al-majlis-dan-khiyar-asy-syarat.html